Sabtu, 14 Mei 2011

HOMO AND LUMO

A fundamental principle: all steps of all heterolytic reaction mechanisms are either Bronsted or Lewis acid-base reactions
  • They involve either proton transfer (Bronsted), or unshared pair/empty orbital interactions (Lewis).
  • When the interacting atomic orbitals are considered, the Bronsted reactions can be seen as simply a special case of the Lewis, in which the empty orbital is the antibonding orbital of the H-X bond.
In short, all heterolytic reactions are just examples of interactions between filled atomic or molecular orbitals and empty atomic or molecular orbitals - that is, Lewis acid-base reactions. Here is a diagram to explain this point:



The interaction of any two atomic or molecular orbitals, as you learned in general chemistry, produces two new orbitals.
  • One of the new orbitals is higher in energy than the original ones (the antibonding orbital), and one is lower (the bonding orbital).
  • When one of the initial orbitals is filled with a pair of electrons (a Lewis base), and the other is empty (a Lewis acid), we can place the two electrons into the lower energy of the two new orbitals.
  • The "filled-empty" interaction therefore is stabilizing.
When we are dealing with interacting molecular orbitals, the two that interact are generally
  • The highest energy occupied molecular orbital (HOMO) of one molecule,
  • The lowest energy unoccupied molecular orbital (LUMO) of the other molecule.
  • These orbitals are the pair that lie closest in energy of any pair of orbitals in the two molecules, which allows them to interact most strongly.
  • These orbitals are sometimes called the frontier orbitals, because they lie at the outermost boundaries of the electrons of the molecules. 
    Here is the filled-empty interaction redrawn as a HOMO-LUMO interaction.
    Let's look at some examples. First, a reaction that you would have categorized as a Lewis acid-base reaction when you were studying general chemistry:
    NH3 has an unshared pair on nitrogen, occupying the HOMO (it is generally true that unshared pairs occupy HOMOs). BH3 has an empty valence orbital on B, since B is a Group II element. This is the LUMO.
    Here are pictures of the two orbitals from AM1 semi-empirical molecular orbital calculations: 
    NH3 HOMO
    BH3 LUMO

    The HOMO-LUMO energy diagram above describes the formation of a bond between N and B.
    Now let's try a slightly more complex case. Here's a typical Bronsted acid-base reaction:
    The curly arrows track which bonds are made, and which are broken, but they do not indicate what orbitals are involved.
  • Water is both a Bronsted base (capable of accepting a proton) and a Lewis base, with one of its unshared pairs (the HOMO).
  • H-Cl is a Bronsted acid, capable of donating a proton, but it also is a Lewis acid, using the s* orbital of the H-Cl bond (the LUMO).
  • Here are pictures of the relevant HOMO and LUMO, again from AM1 semi-empirical molecular orbital calculations:



H2O HOMO
HCl LUMO
  • The interaction stabilizes the unshared pair of the oxygen, while simultaneously breaking the H-Cl bond because the interaction is with the antibonding orbital.
Another example is the SN2 reaction, which involves the HOMO of the nucleophile and the s* orbital of the R-X bond:
Here are the relevant orbitals:
OH- HOMO
CH3-Cl LUMO
The interaction stabilizes the unshared pair of the oxygen, while simultaneously breaking the CH3-Cl bond because the interaction is with the antibonding orbital.
Other examples include the reaction of alkenes with H-X, where the HOMO is the p MO of the alkene and the LUMO is the H-X s* orbital:
and the capture of the carobcation in an SN1 reaction by nucleophile:
You should need no reminder that the carbocation is stabilized by a filled-empty interaction between the empty p orbital of the positive carbon and the s orbital of an adjacent C-H or C-C bond
In short, all heterolytic reactions proceed because the energy of a pair of electrons is lowered by the interaction of a filled atomic or molecular orbital with an empty one.
The same reasoning can be appllied to bimolecular pericyclic reactions like the Diels-Alder cycloaddition.


Kamis, 17 Maret 2011

LAPORAN HASIL KALI KELARUTAN

HASIL KALI KELARUTAN, Ksp
  1. I. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan dari percobaan ini adalah praktikan dapat memperlihatkan prinsip-prinsip hasil kali kelarutan, menghitung kelarutan elektrolit yang bersifat sedikit larut dan menghitung panas pelarutan AgCrO4 dengan menggunakan sifat kebergantungan Ksp pada suhu.
  1. II. PRINSIP PERCOBAAN
Jika sejumlah besar pelarut dibiarkan berhubungan dengan sejumlah terbatas pelarut, pelarutan terjadi secara terus menerus. Hal ini berlaku karena adanya proses pengendapan, yaitu kembalinya spesies (atom, ion, atau molekul) ke keadaan tak larut. Pada waktu pelarutan dan pengendapan terjadi denggan laju atau kecepatan yang sama, kuantitatif terlarut yang larut dalam sejumlah pelarut tetap sama pada setiap waktu. Proses ini adalah suatu keseimbangan dinamis dan larutannnya dinamakan larutan jenuh. Konsentrasi larutan jenuh dikenal dengan kelarutan zat terlarut dalam pelarut tertentu.
III.    TINJAUAN PUSTAKA
Ksp senyawa dapat ditentukan dari percobaan laboratorium dengan mengukur kelarutan (massa senyawa yang dapat larut dalam tiap liter larutan) sampai keadaan tepat jenuh. Dalam keadaan itu, kemampuan pelarut telah maksimum untuk melarutkan atau mengionkan zat terlarut. Kelebihan zat terlarut walaupun sedikit akan menjadi endapan. Hasil kali kelarutan dalam keadaan sebenarnya merupakan nilai akhir yang dicapai oleh hasil kali ion-ion ketika kesetimbangan tercapai antara fase padat dari garam yang hanya sedikit larut dan larutan itu (Syukri, 1999).
Hasil kali konsentrasi dari ion-ion pembentuknya untuk setiap suhu tertentu adalah konstan, dengan konsentrasi ion dipangkatkan bilangan yang sama dengan jumlah masing-masing ion yang bersangkutan. Kelarutan merupakan jumlah zat yang terlarut yang dapat larut dalam sejumlah pelarut sampai membentuk larutan jenuh.  Sedangkan hasil kali kelarutan merupakan hasil akhir yang dicapai oleh hasil kali ion ketika kesetimbangan tercapai antra fase padat dari garam yang hanya sedikit larut dalam larutan tersebut (Keenan, 1991).
Kelarutan endapan-endapan yang dijumpai dalam analisis kuantitatif meningkat dengan bertambahnya temperatur. Dengan beberapa zat pengaruh temperatu ini kecil, tetapi dengan zat-zat lain pengaruh itu dapat sangat nyata. Jadi kelarutan perak klorida pada 10 dan 100 oC masing-masing adalah 1,72 dan 21,1 mg dm-3, sedangkan kelarutan barium sulfat pada kedua temperatur itu masing-masing adalah 2,2 dan 3,9 mg dm-3. Dalam beberapa hal, efek ion sekutu mengurangi kelarutan menjadi begitu kecil sehingga efek temperatur, yang tanpa efek ion sekutu akan kentara, menjadi sangat kecil (Bassett, 1994).
Ksp = HKK = hasil perkalian [kation] dengan [anion] dari larutan jenuh suatu elektrolit yang sukar larut menurut kesetimbangan heterogen. Kelarutan suatu elektrolit ialah banyaknya mol elektrolit yang sanggup melarut dalam tiap liter larutannya. Jika konsentrasi ion total dalam larutan meningkat, gaya tarik ion menjadi lebih nyata dan aktivitas (konsentrasi efektif) menjadi lebih kecil dibandingkan konsentrasi stoikhiometri atau terukurnya. Untuk ion yang terlibat dalam proses pelarutan, ini berarti bahwa konsentrasi yang lebih tinggi harus terjadi sebelum kesetimbangan tercapai dengan kata lain kelarutan akan meningkat (Oxtoby, 2001).
IV. METODOLOGI PERCOBAAN
4.1 Alat dan Bahan
4.1.1 Alat
Alat-alat yang digunakan adalah alat rak tabung reaksi, sepuluh tabung reaksi, labu erlenmenyer 250 mL sebagai penangas, dua buah buret 50 mL, pembakar gas, kaki tiga, dan kasa, termometer 0–100oC.
4.1.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah larutan AgNO3 M dan larutan K2CrO4 M.
4.2 Prosedur Percobaan
4.2.1  Menempatkan larutan AgNO3 dan K2CrO4 pada dua buret yang berbeda.
4.2.2  Menyiapkan larutan seperti pada tabel di bawah dengan cara pertama-tama menambahkan 10 mL AgNO3 ke dalam tiap-tiap tabung reaksi, baru menambahkan K2CrO4 sebanyak yang dicantumkan. Pada saat pencampuran dan setelah pencampuran tabung reaksi harus dikocok. Membiarkan selama 5 menit dan mengamati apakah sudah terbentuk endapan atau belum. Mengisi  hasil pengamatan pada tabel di bawah ini.
No. Camp.
V AgNO3 (mL)
V K2CrO4 (mL)
Pembentukan endapan (sudah/belum)
1
10
0,50
2
10
1,00
3
10
1,50
4
10
2,00
4.2.3  Mengulangi langkah di atas untuk menentukan banyaknya K2CrO4 M yang dapat menyebabkan terbentuknya endapan sampai ketelitian 0,1 mL. Mencatat hasil pengamatan pada tabel. Mencatat pula volume K2CrO4 M yang dapat menyebabkan terjadinya pengendapan dan suhu larutan.
4.2.4  Menyiapkan larutan berikut pada tabung reaksi yang lain
No. Camp.
V AgNO3 (mL)
V K2CrO4 (mL)
1
10
1,50
2
10
2,00
3
10
2,50
4
10
3,00
5
10
3,50
4.2.5  Menempatkan campuran 1 pada penangas labu Erlenmenyer. memanaskan penangas dan menggunakan termometer untuk mengaduk larutan secara perlahan-lahan (kecepatan pemanasan penangas kira-kira 1oC permenit).
4.2.6  Melakukan hal yang sama untuk campuran-campuran lain, mencatat semua hasil yang diperoleh pada tabel.
  1. V. HASIL DAN PERHITUNGAN
5.1 Hasil
Tabel 1
Campuran
Volume
AgNO3 0,25 M (ml)
Volume
K2CrO4 0,05 M (ml)
Perubahan endapan
(sudah/ belum)
1
10
0,5
Tidak terbentuk
2
10
1
Terbentuk
3
10
1,5
Terbentuk
4
10
2
Terbentuk
Tabel 2
Campuran
Volume
AgNO3 0,125 M (ml)
Volume K2CrO4
0,025 M (ml)
Pelarutan endapan (sudah/belum)
Suhu
(oC)
1
10
1,5
Ada endapan, larut
65
2
10
2
Ada endapan, larut
67
3
10
2,5
Ada endapan, larut
75
4
10
3
Ada endapan, larut
77
5
10
3,5
Ada endapan, larut
95
5.2 PERHITUNGAN
Diketahui  :          M AgNO3 =  0,125 M
M K2CrO4 =  0,025 M
T                      =  338 K
R                      =  8,314 J/mol K
V Pbasetat =  10 ml
V KCl                =  1,5 ml
V campuran      =  11,5 ml
Ditanyakan  :  log Ksp, s, DH
Jawab          :
AgNO3 2Ag+ +  NO32-
2KCrO4 2K+ +  CrO42-
AgNO3 + K2CrO4 AgCrO4 +  2KNO3
AgCrO4 2Ag + +    CrO42-
Ksp  =  [Ag +]2[CrO42-]
=  []2 [ 0,0033]
=  3,899. 10-5
log Ksp  =  – 4,4090
T   =   338 K
Tabel   hasil perhitungan
Tabel .3
No.
V AgNO3 (ml)
V K2CrO4 (ml)
Suhu
[Ag +]
[CrO42-]
(oC)
(oK)
1.
10
1,5
65
338
0,1087
0,0033
2.
10
2A
67
340
0,1042
0,0042
3.
10
2,5
75
348
0,1000
0,0050
4.
10
3
77
350
0,0962
0,0058
5.
10
3,5
>95
-
0,0926
0,0065
Tabel 4.
No.
Ksp
Log Ksp
1/T (K-1)
s
1.
3,899. 10-5
-4,409
0,00296
0,0214
2.
4,560. 10-5
-4,341
0,00294
0.0225
3.
5,000. 10-5
-4,301
0,00287
0,0232
4.
5,368. 10-5
-4,270
0,00286
0,0238
5.
5,574. 10-5
-4,254
-
0,0241
Grafik
dari grafik diperoleh persamaan :  y = -1120,4x – 1,0464
log Ksp =
y  =  mx  +  c
nilai Ksp pada T = 338 K
log Ksp       =
log Ksp      =
=  -1,3779
Ksp         = 0,041889
  1. VI. PEMBAHASAN
Pada percobaan ini menggunakan prinsip-prinsip hasil kali kelarutan, Ksp. Prinsip pada percobaan ini menyatakan bahwa hasil kali konsentrasi dari ion-ion pembentuknya untuk setiap suhu tertentu adalah konstan, dengan konsentrasi ion dipangkatkan bilangan yang sama dengan jumlah masing-masing ion yang bersangkutan.
Pada penambahan larutan K2CrO4 terhadap larutan AgNO3 dengan volume larutan K2CrO4 yang berbeda-beda, maka akan terjadi pengendapan pada saat larutan telah jenuh yaitu kemampuan pelarut telah maksimum untuk melarutkan atau mengionkan zat terlarut, sehingga kelebihan sedikit zat terlarut akan menyebabkan terjadinya endapan. Pengendapan ini bergantung pada konsentrasi dari zat-zat terlarut dalam larutan, semakin besar konsentrasi ion CrO42- maka larutan akan mengalami pengendapan lebih cepat daripada larutan dengan konsentrasi ion CrO42- yang lebih rendah. Reaksi yang terjadi adalah :
AgNO3 +  K2CrO4 AgCrO4 +  2KNO3
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan endapan adalah suhu, ion senama, dan pengaruh ion tak senama atau pengaruh garam. Pada percobaan ini larutan AgNO3 yang direaksikan dengan larutan K2CrO4 akan menghasilkan endapan yang banyak sedikitnya tergantung pada konsentrasi zat terlarut yaitu larutan K2CrO4. Semakin besar konsentrasinya maka endapan yang dihasilkan akan semakin banyak pula. Pada proses pelarutan endapan diketahui bahwa semakin banyak endapan yang dihasilkan, maka suhu yang diperlukan untuk melarutkan endapan tersebut juga akan semakin besar, yang berarti bahwa kelarutan endapan meningkat dengan bertambahnya temperatur.
Sejauh ini, larutan jenuh hanya mengandung ion-ion yang berasal dari satu sumber padatan murni. Apabila kedalam larutan tersebut ditambahkan suatu senyawa yang akan memberikan ion senama dalam larutan, maka kelarutan senyawa ion yang sedikit larut akan semakin rendah. Konsentrasi ion tersebut dalam larutan bergantung pada jumlah totalnya, tanpa membedakan asalnya. Adapun pengaruh ion tak senama atau disebut juga pengaruh garam cenderung akan meningkatkan kelarutan. Jika konsentrasi ion total dalam larutan meningkat, gaya tarik ion menjadi lebih nyata dan aktivitas (konsentrasi efektif) menjadi lebih kecil dibandingkan konsentrasi stoikhiometri atau terukurnya. Untuk ion yang terlibat dalam proses pelarutan, hal ini berarti bahwa konsentrasi yang lebih tinggi harus terjadi sebelum kesetimbangan tercapai dengan kata lain kelarutan akan meningkat.
Ksp atau konstanta hasil kali kelarutan yaitu hasil kali konsentrasi tiap ion yang dipangkatkan dengan koefisiennya masing-masing. Pada percobaan ini diketahui bahwa semakin besar konsentrasi larutan maka nilai Ksp nya akan semakin besar pula, dari nilai Ksp tersebut dapat dihitung kelarutan endapan yaitu akan semakin besar pula dengan bertambahnya nilai Ksp. Reaksi yang terjadi :
AgNO3 2Ag+ +  NO32-
Pada grafik hubungan log Ksp terhadap 1/T  diperoleh garis lurus yang memenuhi persamaan y = -1120,4x – 1,0464, dari nilai slope persamaan tersebut yang dihubungkan dengan persamaan -H/2,303R diperoleh nilai panas pelarutan dari AgCrO4 (H) sebesar 21452,46×103 J/mol. Dari nilai H tersebut dapat dihitung besar Ksp AgCrO4 secara praktek sebesar 0,041889 nilai Ksp tersebut berbeda dengan nilai Ksp AgCrO4 secara teori yaitu sebesar 1,6 x 10-5. perbedaan ini mungkin disebabkan pada saat pengendapan AgCrO4 belum sepenuhnya terendapkan dan pada saat pelarutan endapannya masih ada endapan yang belum melarut.
  1. VII. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
  1. Hasil kali kelarutan (Ksp) merupakan hasil kali konsentrasi ion-ion yang masing-masing dipangkatkan koefisien reaksi dalam larutan yang jenuh pada suhu tertentu.
  2. Endapan terbentuk apabila larutan mencapai keadaan lewat jenuh. Larutan AgNO3 direaksikan dengan larutan K2CrO4 akan mengalami pengendapan pada saat larutan jenuh.
  3. Semakin besar konsentrasi zat yang ditambahkan untuk membentuk endapan, maka kalor yang dibutuhkan untuk melarutkan endapan juga semakin besar.
  4. Grafik yang terbentuk menunjukkan y = -1120,4x – 1,0464 dengan nilai R sebesar  -1,0464.
  5. Dari grafik dan perhitungan diketahui besarnya ∆H° sebesar 21452,46×103 J/mol, yang berarti bahwa reaksi berjalan spontan, karena nilai ∆H positif.
  6. Nilai Ksp AgCrO4 secara praktek sebesar 0,041889.
DAFTAR PUSTAKA
Bassett, J. dkk., 1994, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Keenan, Charles W. dkk., 1991, Kimia Untuk Universitas Jilid 2, Erlangga. Jakarta.
Oxtoby. 2001. Prinsip-prinsip Kimia Modern. Erlangga. Jakarta.
Syukri, 1999, Kimia Dasar 2, ITB Press, Bandung.

i